1. Jelaskan
apa yang dimaksud dengan ekonomi positif (positive economics)
dan ekonomi normatif (normative economics)
· Ekonomi Positif
dapat berupa pernyataan atau analisis positif. Ekonomi positif menjelaskan
tentang hal-hal yang sesuai dengan fakta dan situasi dalam dunia ekonomi yang
sedang terjadi dan yang akan terjadi. Jadi pendekatan positif berkaitan dengan
penjelasan aktual dan ramalan. Maka hal ini mengarah pada analisis dan bukti
empiris, karena kebenaran dalam sebuah pernyataan positif dapat langsung
dilihat atau dibuktikan melalui peristiwa yang sebenarnya terjadi. Ekonomi
positif disebut juga sebagai ekonomi hubungan sebab akibat.
· Ekonomi
Normatif artinya menitikberatkan pada norma, aturan atau ketentuan yang
berlaku. Ekonomi normatif dapat berupa pernyataan dan analisis normatif.
Ekonomi normatif memaparkan tentang hal-hal yang berkaitan erat dengan norma,
etika dan aturan keadilan. Dalam lingkup ini tidak mengedepankan fakta, namun
mengedepankan apa yang seharusnya dilakukan agar menjadi kebaikan dan kesejahteraan
bagi masyarakat luas. Karena dalam sebuah pengambilan keputusan baik oleh
pemerintah maupun swasta sebagai pelaku ekonomi, tidak cukup dengan penjelasan
atas fakta dan data empiris yang relevan sekali pun. Ekonomi normatif biasanya menyelesaikan
permasalahan yang muncul dengan debat ideal dan atau keputusan politis. Yakni
dengan menggabungkan antara studi empiris dengan prediksi ekonomi positif tanpa
mengesampingkan nilai gagasan ideal tentang kondisi masyarakat guna memperoleh
rekomendasi kebijakan terbaik. Dalam
pendekatan normatif, tidak jarang dilengkapi dengan value judgement,
yaitu pertimbangan nilai efisiensi ekonomi. Fungsinya adalah untuk membantu
mempertajam analisis dalam debat politis terkait pengambilan keputusan atas
kebijakan yang akan dilakukan.
2.
Jelaskan
asumsi-asumsi yang dipakai dalam teori ekonomi mikro (umum dan khusus)
1.
Asumsi
Umum
a.
Asumsi
Rasionalitas.
Asumsi ini berlaku untuk semua
teori ekonomi. Pelaku ekonomi yang diasumsikan bersikap rasional biasa disebut
juga homo ekonomikus atau economic man. Penggunaan asumsi pada teori konsumen
terwujud dalam bentuk asumsi bahwa rumah tangga keluarga senantiasa berusaha
memaksimumkan kepuasan; yaitu yang dalam literatur terbiasa dengan sebutan
utility maximization assump tion. Sebaliknya dalam teori rumah tangga
perusahaan, asumsi yang sama terjelma dalam bentuk asumsi bahwa rumah tangga perusahaan
senantiasa berusaha inemperoleh keuntungan sebesar-besarnya. Asumsi ini dalani
literatur dikenal sebagai profit maximization assumption.
b.
Asumsi
Ceteris Paribus.
Sebutan lain untuk asumsi ini
ialah asumsi other things being equal atau lain-lain hal tetap sama atau
lain-lain hal tidak berubah. Yang dikehendaki oleh asumsi mi ialah bahwa yang
mengalami perubahan hanyalah variabel yang secara eksplisit dinyatakan berubah,
sedangkan variabel-variabel lain yang tidak disebutkan berubah, sepanjang dalam
model analisa tidak diasumsikan sebagai variabel yang nilainya ditentukan oleh
variabel lain harus dianggap tidak berubah.
c.
Asumsi
Penyederhanaan.
Meskipun abstraksi sudah
banyak sekali mengurangi kompleksnya permasalahan, agar supaya permasalahan nya
lebih mudah dianalisa dan difahami, sering-sering kita perlu menyederhanakan
persoalan lebih lanjut. Misalnya saja menurut kenyataan jumlah macam barang dan
jasa yang clihadapi rumah tangga keluarga tidak terhitung banyaknya. Akan
tetapi, nanti akan kita saksikan misalnya pada Bab X, penggunaan analisa
indiferen un tuk menerangkan teori permintaan, jumlah macam barang yang bisa
termuat dalam grafik paling banyak hanya dua. mi memaksa kita menggunakan
asumsi bahwa konsumen hanya menghadapi dua macam barang atau jasa.
2.
Asumsi
Khusus
a.
Asumsi
ekuilibrium parsial.
Untuk sebagian besar
model-model analisa ekonomi mikro, seperti juga halnya dengan seluruh isi buku
ini, didasarkan kepada asumsi berlakunya ekuilibrium parsial, yang
mengasumsikan tidak adanya hubungan timbal-balik antara perbuatan-perbuatan
ekonomi yang dilakukan oleh pelaku-pelaku ekonomi dengan perekonomian di mana
pelaku-pelaku ekonomi tersebut berada. Misalnya saja, sebagai akibat berubahnya
cita rasa, para konsumen tiba-tiba mengurangi pengeluaran konsumsinya. Kalau
tidak dipergunakan asumsi ekuilibrium parsial, maka dalam kita membuat analisa
kita harus memperhitungkan pengaruh penurunan pengeluaran konsumsi tersebut
terhadap pendapatan nasional, yang seterusnya juga terhadap pendapatan mereka,
dan yang selanjutnya akan berpengaruh juga terhadap pola pengeluaran para
konsumen tersebut. Dengan menggunakan asumsi ekuilibrium parsial unsur
pemantulan semacam itu tidak kita perhatikan.
b.
Asumsi
tidak adanya hambatan atas proses penyesuaian.
Kelak kita akan menyaksikan
misalnya, apabila harga suatu barang mengalami perubahan, maka berapapun
kecilnya perubahan tersebut, selalu diasumsikan bahwa konsumen melaksanakan
penyesuaian atau adjustment. Menurut kenyataan banyak hambatan-hambatan yang
menyulitkan pelaksanaan penyesuaian tersebut. Faktor-faktor, seperti misalnya
faktor psikologi, sosiologi, politik dan sebagainya, dapat merupakan penghambat
terhadap penyesuaian tersebut. Misalnya, meskipun kita tahu bahwa dengan
menurunnya harga barang Z, tingkat kepuasan akan meningkat dengan cara
mengurangi kortsumsi barang Y dan meningkatkan konsumsi barang Z, namun tidak
dapat dijamin bahwa kita akan melaksanakan penyesuaian tersebut. Misalnya saja
dikarenakan toko langganan kita tidak menjual barang Z, mungkin kita enggan
untuk mengadakan penyesuaian tersebut. Dalam teori ekonomi mikro kita
mengasumsikan bahwa hambatan hambatan terhadap penyesuaian tersebut tidak ada
ilmu ekonomi.